Monday 15 June 2009

MEMAKNAI HASIL UJIAN NASIONAL


MEMAKNAI HASIL UJIAN NASIONAL
SECARA NORMATIF DAN PRAKSIS


Sebagian besar pelajar SMA/MA di tanah air telah dapat menghela nafas lega, pasalnya pada hari Sabtu, 13 Juni 2009 dan hari Senin 15 Juni 2009 sebagian besar satuan pendidikan telah menyampaikan hasil ujian nasional sekaligus mengumumkan kelulusan siswa kelas XII tahun pelajaran 2008/ 2009. Berbagai ekspresi wujud kegembiraan ditunjukkan para pelajar yang dinyatakan lulus, sementara di lain pihak beberapa pelajar harus menerima kenyataan pahit, dinyatakan tidak lulus dari satuan pendidikan, lantaran tidak lulus ujian nasional.
Lulus ujian nasional ,apakah pasti lulus di satuan pendidikan SMA/MA ...... ?
Kemungkinan masih banyak warga masyarakat bahkan sebagian akademisi dan praktisi pendidikan yang memiliki persepsi keliru berkenaan kriteria kelulusan pelajar pada tingkat satuan pendidikan. Dari penjajagan sementara terhadap beberapa orang tua/ wali siswa dan sebagian rekan praktisi pendidikan, diperoleh data kecenderungan bahwa masyarakat masih mempersepsikan jikalau anaknya lulus ujian nasional berarti lulus dari SMA/MA.
Guna mendapatkan persepsi yang utuh tentang kriteria kelulusan, secara normatif kita simak kembali klausul pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan berikut ini.
Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan dasar dan menengah setelah :
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran
b. Memperoleh minimal nilai baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mapel agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan.
c. Lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mapel ilmu pengetahuan dan teknologi,dan
d. Lulus ujian nasional
Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri .
Lebih lanjut pengaturan tentang kriteria lulus ujian nasional bagi pelajar SMA/MA diatur dalam pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Permendiknas No.77 tahun 2008 tentang Ujian Nasional SMA/MA tahun pelajaran 2008/2009 berikut ini
Peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN sebagai berikut :
Memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya.
Pemerintah daerah dan/atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai sebagaimana di maksud di atas, sebelum pelaksanaan UN.
Dari klausul di atas, dapat dipahami bahwa secara normatif lulus ujian nasional belum tentu dinyatakan lulus pada satuan pendidikan. Lulus ujian nasional hanya merupakan satu dari empat kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang pelajar SMA/MA untuk dapat lulus pada satuan pendidikan.
Dari klausul yang tertuang pada peraturan perundangan di atas, sekaligus membuka cakrawala pandang kita, khususnya akademisi dan praktisi pendidikan bahwa pemerintah telah memberikan frame of reference kriteria kelulusan yang komprehensif dan utuh. Semua mata pelajaran yang diajarkan di SMA/MA mendapatkan bobot yang sama pentingnya dalam penentuan kelulusan pelajar pada satuan pendidikan.
Secara normatif, bisa saja peserta didik dinyatakan tidak lulus dari satuan pendidikan meskipun ia lulus ujian nasional, lulus ujian sekolah kelompok mapel iptek, tetapi nilai mapel agama atau kewarganegaraan atau estetika atau penjaskes kurang baik. Demikian pula sebaliknya, penilaian akhir mapel agama atau kewarganegaraan atau estetika atau penjaskes baik, ia juga lulus ujian nasional akan tetapi tidak lulus pada salah satu mapel ujian sekolah maka secara normatif ia juga tidak bisa lulus pada satuan pendidikan.Begitu pula penilaian akhir mapel agama atau kewarganegaraan atau estetika atau penjaskes baik, ia juga lulus ujian sekolah akan tetapi tidak lulus pada salah satu mapel ujian nasional maka secara normatif ia juga tidak bisa lulus pada satuan pendidikan.
Namun secara praksis, nampaknya ada kecenderungan pensikapan bahwa lulus ujian nasional merupakan satu-satunya penentu kelulusan pelajar pada satuan pendidikan. Akhirnya tidak bisa dipungkiri, para pelajar memiliki kecenderungan memberi bobot yang berlebih pada mapel UN dan mempersepsikan bahwa mapel UN jauh lebih penting dari mapel lainnya. Fenomena ini merupaka salah satu wujud ketimpangan dalam memaknai hasil ujian nasional.
Lepas dari perdebatan di kalangan akademisi maupun praktisi pendidikan dan juga masyarakat tentang perlu tidaknya, efektif tidaknya, relevan tidaknya ujian nasional dilanjutkan dalam dinamika kebijakan pendidikan, menurut penulis selagi pemerintah memandang kebijakan ujian nasional ini urgen untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu, maka ke depan tugas para praktisi terutama para pendidik, terkait ketimpangan dalam memberi makna hasil ujian nasional, perlu ada upaya secara kontinu dan intensif untuk mensosialisasikan kriteria kelulusan kepada pelajar, orang tua, komite sekolah maupun masyarakat. Selanjutnya agar peraturan perundangan yang mengatur masalah kelulusan pelajar pada satuan pendidikan SMA/MA tersebut tidak bernilai semantik, maka perlu sikap konsistensi dari praktisi pendidikan terutama di satuan pendidikan untuk mengimplementasikan secara utuh aturan tersebut, sehingga akan dapat menghapus image bahwa lulus ujian nasional pasti lulus dari satuan pendidikan. Sekaligus akan mengokohkan urgensial semua mata pelajaran yang diajarkan di SMA/MA, karena semua ikut andil menentukan kelulusan pelajar dari satuan pendidikan.
Hasil ujian nasional, tidak berguna saat seleksi masuk perguruan tinggi....?
Fenomena lain seputar hasil ujian nasional adalah terkait masalah daya guna hasil ujian nasional bagi pelajar yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. Terkesan ada diversifikasi aturan terkait sistem seleksi penerimaan peserta didik. Berikut ilustrasi daya guna hasil ujian nasional bagi pelajar yang akan melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya :
1. Nilai hasil UASBN bagi murid SD/MI, masih menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru SMP/MTs.
2. Nilai hasil UN bagi siswa SMP/MTs, secara umum masih menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru SMA/MA. Hanya untuk SMA kategori R-SBI tahun pelajaran 2009/2010 ini mengabaikan nilai UN dalam seleksi penerimaan siswa baru.
3. Nilai hasil UN bagi siswa SMA/MA, tidak menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam seleksi penerimaaan mahasiswa baru perguruan tinggi.
Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah yang dibarengi pula otonomi bidang pendidikan, maka berimplikasi pada otonomi sekolah dalam wujud MBS maupun otonomi perguruan tinggi. Kebijakan inilah yang mungkin turut memicu diversifikasi aturan operasional sistem seleksi penerimaan peserta didik baru di masing-masing satuan dan jenjang pendidikan.
Guna mendapatkan persepsi yang utuh tentang daya guna hasil ujian nasional, secara normatif kita simak kembali klausul pasal 68 PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan jo pasal 3 Permendiknas No.77 tahun 2008 tentang Ujian Nasional SMA/MA tahun pelajaran 2008/2009 berikut ini.
Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk :
a. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
b. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Dari klausul di atas, dapat dipahami bahwa secara normatif hasil ujian nasional digunakan sabagai salah satu pertimbangan untuk dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Klausul tersebut bersifat imperatif bukan sebuah pilihan sebab menggunakan kalimat ”digunakan sebagai salah satu dasar seleksi ....”, bukan menggunakan kalimat ” dapat digunakan sebagai salah satu dasar seleksi ....”.
Lepas dari perdebatan di kalangan akademisi maupun praktisi pendidikan tentang relevan tidaknya hasil ujian nasional dijadikan salah satu dasar seleksi penerimaan peserta didik baru dengan berbagai alasan misalnya otonomi sekolah/perguruan tinggi, atau asumsi kredibiltas hasil ujian nasional diragukan, menurut penulis peraturan pemerintah tentang standar nasional pendidikan yang merupakan hukum positif ini harus dijunjung tinggi dan diimplementasikan dalam kebijakan pendidikan dalam tataran pelaksanaan. Idealnya, setiap satuan pendidikan dalam menetapkan kriteria dan instrumen seleksi penerimaan peserta didik/mahasiswa baru semestinya memasukkan nilai ujian nasional sebagai salah satu pertimbangan , di samping instrumen yang lainnya misalkan tes tertulis, wawancara,unjuk kerja dan lain sebagianya sesuai kebutuhan dan acuan yang ada.
Penulis mempunyai keyakinan jikalau hasil ujian nasional pada tataran praksis dijadikan salah satu dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, akan semakin menambah semangat peserta didik dalam belajar, karena hasil ujian nasional yang diperoleh nantinya tidak sekedar sebagai salah satu penentu kelulusan di satuan pendidikan akan tetapi juga menjadi salah satu dasar seleksi penerimaan peserta didik baru di jenjang pendidikan berikutnya.
Gagasan ini bisa terwujud, manakala praktisi pendidikan mulai dari dirjen pendidikan, dinas pendidikan baik provinsi maupun kabupaten/kota, satuan pendidikan dalam menetapkan aturan seleksi penerimaan peserta didik baru juga memperhatikan ketentuan PP No.19 tahun 2005 yang merupakan standar nasional pendidikan termasuk aturan operasional lainnya, sehingga akan tercipta regulasi yang sinergis dan konsisten, sekaligus mengeliminir kesenjangan kebijakan pendidikan pada aspek normatif dan praksis.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Automotive | Bloggerized by Free Blogger Templates | Hot Deal